Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Selasa, 25 Agustus 2015

Surat Cinta Buat Pacarku pada Sebuah Musim Pancaroba

Surat Cinta Buat Pacarku pada Sebuah Musim Pancaroba


Sayangku,


               Jika kau percaya pada Tuhan, kau barangkali percaya juga bahwa kesedihan dan sedu sedan kita kemarin sudah Ia tentukan jauh sebelum air mata pertamamu jatuh. Air mata pertama itu jatuh ketika di sudut café itu Jar of Hearts-nya Christina Perri diputar. Itu lagu yang cengeng belaka, tapi berkali-kali lebih berkesan ketika kau marah dengan cara marah yang aku tak pernah melihatnya. Tangismu seperti tangis duyung yang kubayangkan sekelebat dalam dongeng di masa kanakku. Tumpah air matamu langsung menetak nyaliku, terlalu ngerinya sehingga aku tak kuat menahan jengkel pada diri sendiri. Puisi, sebagaimana hubungan kita, adalah rangkaian keterlanjuran; dari kesempatan dan ikatan lengang yang dibangun dari lama sekali. Seandainya kita bisa sabar, kita tentu akan sangat menikmati ini, kubayangkan begitu. Namun tidak, sayang, kita tidaklah sekukuh itu. Hubungan kita koyak justru ketika segalanya tampak akan segera baik-baik saja. Kau tahu, aku jarang menyesal. Penyesalan adalah urusan paling gampang ketika segalanya gagal.


               Jerih dan upaya kita begitu samar. tapi setidaknya sekali dalam hidup kita, kita pernah saling menyelamatkan. Dan percayalah, upaya-upaya waktu itu memiliki keindahannya sendiri. Selalu ada ruang kosong untuk cerita yang tidak bisa kubagikan, tapi astaga, kepadamu aku tak pernah sanggup sembunyi. Lewat surat ini, sayangku, aku ingin bicara tak panjang-panjang. Cuma supaya kita sama sadar, bahwa segala yang manis itu memang kadang menyebalkan. Sebagai kawan kita tak pernah begitu peduli pada cinta mana yang kira-kira sanggup membuat kita guyah. Sebagai pecinta, kita untuk pertama kali merasakan kerumitan yang susah diurai. Namun sebagai laki-laki dalam surat ini, aku ingin mengatakan rindu yang selalu ada buatmu. Rindu yang kupendam dalam dua bulan paling panjang dalam setahun ini, bulan ketika segala percik cemburu begitu cepat meranggas remah filsafatmu yang lugu. Semoga musim buruk segera berlalu, dan sisa anginnya menerbangkan wajah kita jadi montase. Sampai kita berkerut, dan kisut, dan tetap saling bisu. Sampai istana di mimpimimpi kita jadi. Sampai kita sanggup mengetawai naskah drama ini. Sampai diriku terdampar di dadamu pada suatu malam yang tak akan dua kita lupa. Sampai anak-anak kita berlarian mengitari kita yang sedang bertukar masa susah. Sampai kita sanggup menertawakan hal-hal kecil. Okie dokie, believe me not. Aku sungguh mencintaimu.


Salam,

Pacarmu 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar