Surat Cinta Buat Pacarku pada Sebuah
Musim Pancaroba
Sayangku,
Jika kau
percaya pada Tuhan, kau barangkali percaya juga bahwa kesedihan dan sedu sedan
kita kemarin sudah Ia tentukan jauh sebelum air mata pertamamu jatuh. Air mata
pertama itu jatuh ketika di sudut café itu Jar
of Hearts-nya Christina Perri diputar. Itu lagu yang cengeng belaka, tapi
berkali-kali lebih berkesan ketika kau marah dengan cara marah yang aku tak
pernah melihatnya. Tangismu seperti tangis duyung yang kubayangkan sekelebat dalam
dongeng di masa kanakku. Tumpah air matamu langsung menetak nyaliku, terlalu
ngerinya sehingga aku tak kuat menahan jengkel pada diri sendiri. Puisi, sebagaimana
hubungan kita, adalah rangkaian keterlanjuran; dari kesempatan dan ikatan
lengang yang dibangun dari lama sekali. Seandainya kita bisa sabar, kita tentu
akan sangat menikmati ini, kubayangkan begitu. Namun tidak, sayang, kita
tidaklah sekukuh itu. Hubungan kita koyak justru ketika segalanya tampak akan
segera baik-baik saja. Kau tahu, aku jarang menyesal. Penyesalan adalah urusan
paling gampang ketika segalanya gagal.
Jerih dan
upaya kita begitu samar. tapi setidaknya sekali dalam hidup kita, kita pernah
saling menyelamatkan. Dan percayalah, upaya-upaya waktu itu memiliki
keindahannya sendiri. Selalu ada ruang kosong untuk cerita yang tidak bisa
kubagikan, tapi astaga, kepadamu aku tak pernah sanggup sembunyi. Lewat surat
ini, sayangku, aku ingin bicara tak panjang-panjang. Cuma supaya kita sama
sadar, bahwa segala yang manis itu memang kadang menyebalkan. Sebagai kawan
kita tak pernah begitu peduli pada cinta mana yang kira-kira sanggup membuat
kita guyah. Sebagai pecinta, kita untuk pertama kali merasakan kerumitan yang
susah diurai. Namun sebagai laki-laki dalam surat ini, aku ingin mengatakan
rindu yang selalu ada buatmu. Rindu yang kupendam dalam dua bulan paling
panjang dalam setahun ini, bulan ketika segala percik cemburu begitu cepat
meranggas remah filsafatmu yang lugu. Semoga musim buruk segera berlalu, dan sisa
anginnya menerbangkan wajah kita jadi montase. Sampai kita berkerut, dan kisut,
dan tetap saling bisu. Sampai istana di mimpimimpi kita jadi. Sampai kita
sanggup mengetawai naskah drama ini. Sampai diriku terdampar di dadamu pada
suatu malam yang tak akan dua kita lupa. Sampai anak-anak kita berlarian
mengitari kita yang sedang bertukar masa susah. Sampai kita sanggup
menertawakan hal-hal kecil. Okie dokie, believe
me not. Aku sungguh mencintaimu.
Salam,
Pacarmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar