Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Kamis, 29 November 2012

Epilog. Suatu Saat


Epilog. Suatu Saat


: n

Suatu kali
Kita memang mesti

Berdua bertemu
dengan pilu-pilu
Kita dulu

Bawa saja semuanya:
Cerita yang hampir tenggelam
Serupa sepuhan sinar
Matahari terbenam
Pada kaca-kaca dwipangga
Hampir malam, sayang

Suatu kali
Kita memang mesti

Bertemu saja
Tanpa bicara, sebab
Cinta terasa kurang sempurna
Apabila dibahasakan
Salah-salah jadi sampah.

Makan saja bakso, nasi goreng, dan apapun kesukaan kita
Supaya kenangan-kenangan itu
Terlaminating baik-baik
Di buku waktu yang harum
Kita simpan nanti, sayang
Tapi ingat. Jangan bicara apapun

Aku akan pegang nanti
Tanganmu,
Seperti waktu kita
Ke kaliurang pertama kali
Di telogo putri, ingat, kan?
Kita bercumbuan di depan monyet
Diketawai.

Waktu jalan stagnan
Dan aku terjebak
Di cinta yang rekat
Lantas kau pergi.
Seperti setiap kepergian, sayang
mestinya cucur air mata
Jangan dipedulikan
Sebab ia pasti asat

Pada saatnya nanti
Kita jangan bicara apa-apa sayang
Kecuali memendam amarah
Dendam dan haru
Sebab cinta itu, segala-galanya

Kita diisap Tuhan, sayang
Di cerutu yang disebul-sebul kemepul
Dan asapnya
Menjelma rasa rindu
Pada diri kita ini.

Apabila muncul pesan
Di bbm entah sms
Entah apapun
Kau simpan dulu sampai nanti, ya
Sampai kita diam-diam
Makin sadar
Bahwa kepergian ini, mesti diakhiri dengan rasa lepas
Seperti tidur panjang kita

Kuambil sekop
Kau bantu aku
Kita gali
Rasa rindu, yang sering tak terbaca
Di garis-garis waktu
Kita kubur dalam-dalam

Sampai nanti muncul lagi,
Kita tak perlu menyesal


2012

Rabu, 28 November 2012

Catatan Waktu Kemarin


Catatan Waktu Kemarin

Ciuman itu belum hilang
Sejak empat tahun silam
Padahal sudah kurelakan kau, kan
Pada siapapun
Pada musim-musim yang
Ganti saling silang
Pada sablon baju yang memudar, hilang

Aku tentu heran
Di mana-mana ciuman
Mestinya hilang
Seperti cinta itu sendiri
Ia barangkali suka berlari-lari
Jungkat-jungkit. Membingungkan

Bibirmu masih juga bekas
Sambal bawang.
Masih juga kerinduan yang ditahan.
Memang kuusap bekas ciuman-ciuman lain
Atau bekas tangis yang kaukecap
Dari cemburu yang luap
Serupa kali nanga di penghujan

Ciuman itu belum hilang
Kecuali pada kenyataan
Pada waktu yang beku
Dan surat yang tak
Kunjung balas.
Pada bayangan-bayangan
Kau hujan-hujanan.

Sedang di ingatan
Juga setiap malam
Ia tak bisa hilang.
Ciuman itu..


2012



Selasa, 27 November 2012

Bola Merah


Bola Merah


Ada bola merah di ruang tengah
Kita mainkan sebagaimana
Ronaldo, Vieri, atau Toldo
Bermain bola di San Siro

Dek, kita ciptakan
Stadion di tempat si mbah istirah
Seperti ia mengenang kita
Di tanah merah
Dan kembang kemboja
Basah

" Menjadi orang besar ada di manah."
Katanya sekali
Sambil menunjuk dadaku
“Iya, mbah.. “
air mataku jatuh
Di tengah-tengah liturgi
Yang senyap pagi ini

Oktober lewat, November datang
Gerimis kecil makin sering lintang pukang
rindu-rindu kecil makin gencar menyerang
Dan kita kangen di ruang kelas yang bisu

Aaah.


2012



Minggu, 25 November 2012

Wajahmu di Makan Siang


Wajahmu di Makan Siang


Tentu, sayang:

Aku menyimpan kenangan kita
Pada daging-daging souvlakhi di depanku
Kujadikan makanan utama
Yang dihidangkan di tengah-tengah meja
Takkan ada makanan pembuka
Hanya ini saja, makanan utama
Pertama dan satu-satunya
sebab ibu pernah bilang
Kalau kenangan itu
Manis bagai saus kacang
Dan mematikan seperti arsenik

Biar kumakan
Tanpa es krim, tanpa apapun

makanan penutup itu
Cuma manis-manisan semu
Ia tidak lagi eksis
Seperti aku tiap sore
memandangi bayangan di taman belakang
Ia bukan lagi dirimu

Akan kumakan, sayang
Kuhabiskan setulang-tulang rawan
Aku jadi ingat soto di depan kobar
Aku menyantap wajahmu yang manis, bersama kuah
Kusemprotkan di wajahmu, kau tersenyum ikhlas

Biarlah sayang
Kumakan ini
Sebagai tanda, kenangan kita sudah pindah di perut
Bukan lagi di mata, hati, atau kerongkongan !

Haha…

2012

Sabtu, 24 November 2012

Kata Pak Tani Soal Ranting Oak

Kata Pak Tani Soal Ranting Oak


Dalam bayangan pucuk-pucuk
Ranting oak
Yang ada hanyalah
Kesedihan dan kenangan.
Kesedihan saat berguguran
Dan kenangan tentang
Hubungannya dengan musim semi
Yang semesra dan seindah
Bungan sepatu dan albasiah
Yang kena hujan,
Yang basah

Ranting oak kecil itu
Waktu sepi jalanan aspal
yang lengang dari lalu lalang
Truk atau sedan
: sinar matahari kekal
Menyapanya
Sebelum ia takluk
Dalam kesakitannya yang panjang
Di tungku rumah sebelah

Dalam dugaan saya
Sesungguhnya ia
Membenci musim winter yang

Dingin dan diam
Yang tak banyak omong
Dan pandai membunuh

Sering ia bicara pada saya
Diam-diam
" Bahkan aku, ranting kecil, kekal dalam waktuku sendiri.. Dan cinta sendiri, untukku, hanyalah mentok pada waktu yang berjalan samar-samar "


2012

Jumat, 23 November 2012

Kidung Ranting Oak

Kidung Ranting Oak


Saya terbiasa menerima ini
Dilukai: disayatsayat diinjakinjak
Saya terbiasa juga
Bertahan dalam keadaan
Dicintai lalu ditinggalkan

Saya adalah ranting
pohon-pohon oak
Pada musim gugur
Yang mati dan terserah
Mau dibawa angin kemana

Sampai diinjak
Ban mobil truk ford yang besar
Itupun saya tak berontak

Saya cuma mencintai
Hakikat saya sebagai ranting
Bukan sebagai putik bunga
Yang pandai bercinta

Walau saya juga punya cinta
Pada bulu-bulu dandelion
Yang terbang tiap kena angin

Tapi. Apa artinya.
Tiada

Di kehidupan selanjutnya
Saya barangkali
Tampil sebagai mahkota
Yang pandai bersolek
Demi kenikmatan
Dan bersimpuh di depan
Lebah yang melancap

Lalu mati dalam kelelayuan
Lenyap

2012

Kamis, 15 November 2012

Sang Swami

Sang Swami


“ Hello darkness, my old friend
I've come to talk with you again..”

Ia dan lagu ini teman lama
Kawan yang ia sapa
Saban waktu di masa kecilnya

Sekarang
Ia sudah jadi sepuh
Persis semburat senja
Yang selalu kaubaca
Tiap sore di beranda

Ia kadang rindu teriakan
“ Hopaa ! “
Atau bisik-bisik pacarnya yang berisik
“ Kau brengsek… “
Mereka rebah, mereka regah
Waktu habis di keringat
Dan air mata

Dulu
Di umurnya yang keduapuluh
Ia suka cium pacarnya
Di kegelapan jalan
Yang sering tanya dua hal
Pada siapapun
“ Pilih cinta, atau mati? “

Waktu ini energi abadi
Kelelahannya hanya di
Awang-awang
Samar mirip
Bayanganmu di awan

Hari ini
Di usia keenampuluh
Doanya lebih diterima Tuhan
Begitu ia berharap

Wajahnya senang. Istrinya sudah tenang…


Arlington
November 2012



Sabtu, 29 September 2012

Gerimis dan Pop


Gerimis dan Pop


Hari Jumat. Dari aku bangun tidur tadi, kubuka gorden kamar yang putaran itu. Kuputar kiri kanan. Aku bisa lihat di luar sedang hujan. Di kotaku, Boston, hujan selalu datang seperti ini. Serupa busa-busa kecil yang turun pelan. Ini tidak sungguh-sungguh hujan, bathinku. Ini adalah gerimis yang datang tiba-tiba, seperti dulu ia biasa datang padaku.

Hujan gerimis rimbis imbas imbis. Ia menuntunku seperti aku menuntun bapak tua di Harvard street, dan berbisik: "Tidur lagi, nak. “
Hari akan jadi panjang, pikirku. Hari ini praktis tidak kulakukan apapun yang berarti selain kuliah sejam. Oiya lupa, aku punya kerja yang tak mungkin kutinggal jam dua belas nanti. Kutolak tidur lagi. "Emoh !"

Langit mendung dan suara gerimis itu persis wajahmu yang sedang murung, wajahmu yang menahan air mata entah kerna apa. Hoaaahm. Kau-kau-kau-kau. Lagi-lagi lagi. Tak terasa sudah lebih dari setengah jam dari aku bangun. Aku meracau di dalam tulisan-tulisan, yang sedang kuceritakan ini. Ya, ini.

Pikiran sekelebat tentangmu tadi dengan gaib memecah fokusku untuk mengingat sisa-sisa mimpi semalam.

Apa ya tadi mimpiku? APA YA?! AAAH !...
Aku rebahan lagi, lihat atas, rebah kiri kanan. Sepertinya semalam aku mimpi... Apa, ya??

Kuputuskan untuk menyudahi mengingat-ingat mimpi. Mimpi itu kejam. Ia datang bawa pesan yang sulit diterjemahkan. Pesanmu, wajahmu, gerak-gerikmu. Isyarat-isyarat darimu lebih jelas.
Tentu aku ingat waktu kau menatapku di bioskop, yang remang dan hingar. " Sayang.." Katamu. Setelah kata sayang, sudah pasti ciuman yang sangar-sangar. Isyaratnya jelas. Atau ini, waktu kaubilang takkan macam-macam. "Aku tidak bisa mencintai orang lain, yang.. "
Dari kata-katamu, isyaratnya jelas. Tak bisa mencintai orang lain jelas artinya bisa mencintai orang lain. Haha

Aaaaaah.. Pikiran ini terlampau cepat. Tulisanku sampai tak sanggup mengikuti. Sialan.

Di parangtritis, di pantai-pantai selatan Jogja. Wajahmu selalu jadi pasir yang ditulis-tulis, atau ikan yang lamis amis. Haha
Sebab sungguh, tiap-tiap aku kesana selalu saja kehilangan layangan yang senantiasa kumainkan sampai senja datang, turun, dan mendengung.

Sudah berkali-kali kukatakan bahwa kehilangan itu wajar. KEHILANGAN ITU WAJAR ! Sampai detik ini, aku tetap gagal paham kenapa gerimis jarang datang di kota ini, tulisanku jadi kurang ngepop. It does make sense. Sekarang tulisanku ngepop.

Pop-pop-pop. Budaya ini menjamur di mana-mana, sayang. Termasuk di nadiku, di darahku yang mengalir di urat-urat kecil. " Semua yang pop tidak jelek-jelek kok. " Tentu Bu Guru, aku ingat kata-katamu itu.

Racauanku makin tak jelas pagi ini, tulisanku makin kabur dibawa pikiran yang pergi lari-lari kejauhan. Dari bicara gerimis, mimpi, kamu, kamu lagi. Manusia selalu gitu, ya.

Sampai kalimat ini, hujan sudah berhenti turun. Gerimis tinggal sisa harumnya saja. Berapa orang di dunia ini suka bau hujan? Banyak ! Hampir setiap orang yang kutemui. Sebab sungguh, ketika mereka mendekam sendiri di tanah kuburan. Selain bunga-bunga kamboja dan doa-doa yang jarang, sahabat mereka hanyalah air hujan.

Wasalam, Sayang.

Brookline
280912


Ilustrasi oleh: Dionysius Labdo Grahito Hatmaji

Minggu, 29 April 2012

Foto-Foto #5

Ada perasaan yang tak pernah tertangkap
Oleh kabut-kabut pagi di kotaku

Aku pengen sekali dikado bulan
Biar bisa jadi bando yang diikat
Kencang-kencang

Ada yang seakan-akan keluar dari dadamu
tapi mengabut cuma di ulu hati

Kamis, 05 April 2012

The Dancing Hand of Karto Geni

Baru saja mendapat kiriman karya dari adekku tercinta, dia menjudulinya:

" The Dancing Hand of Karto Geni"








Kamis, 08 Maret 2012

Foto-Foto #4

Jalan ini sudah ada, kita tinggal jalan saja

Tinggal jalan kenapa ragu?

Jalan itu: di seberang ini
 Tuhan, aku sering bertanya padamu bahkan saat berjalan

Bulan belum juga datang, siang ini.

Waktu gereja ini masih muda, di depannya banyak mobil-mobil tua

Membaca isyarat. Rapat-rapat

Pose-pose klise di depan Taman TD

Tuan, kami gemar menyerap uang

Minggu, 04 Maret 2012

Ode of The Winter

Ode of The Winter

Kau adalah pohon mati yang dihinggapi salju- sunyi
Waktu malam lampu taman menyinari
Tangkai-tangkai kecilmu
Dan lagu-lagu byzantine
Kiranya menyuburkan kekhusyukan
Dan kerinduan
Pada musim semi

Jumat, 02 Maret 2012

Surat Tantangan

Surat Tantangan

Kepada Dionysius Labdo Grahito,

Denis, ini tantangan !

Dulu gaji bapak ibu.
Dulu utang bapak ibu.
Semuanya buat aku.
Bukan  buatmu.
Kau adalah pendatang baru !

Tahun 1995
Tanggal tiga Maret aku yakin
Kau datang malam-malam
Kukira hendak merampas
Gaji bapak ibu yang buat aku
Supaya dibagikannya padamu
: ternyata benar…

Kau merusak sustagenku
Dan menjadikannya sustagenmu
Belum lagi mainan truk gelondong itu
Pakaian-pakaianku
Muat dipakai olehmu

Sekarang sudah lewat waktu itu
Kamu sudah lebih tinggi dariku
Cuma belum punya pacar saja

Aku merindukan perseturuan denganmu, Denis..

Melalui surat ini
Hendak kukatakan
Kemarilah !

0303012

Minggu, 15 Januari 2012

Foto-Foto #3

Saban kita berharap. Kita mencari isyarat-isyarat

Setiap rumput mengharap hujan, barangkali

Tidak ada yang melihat kita berjalan, sayang, cuma kita

Banyak umpan: apa kita berharap banyak ikan?

Barusan aku berjalan di pinggiran ratan.

Jumat, 13 Januari 2012

Foto-Foto #2

Di sinilah kita tidak akan jatuh, terbang seperti Jatayu

Katamu, keramaian itu sepi, kan?

Kalau hidup adalah perjalanan, kita ada di jalan yang mana, saudara?

Aku membayangkan makanan munir di pesawat.