Pagi Setelah Marah
minggu menyembunyikan angin
pada sisisisi belikat,
dan membisikkan padamu sebuah tempat
di mana bulan-bulan tak bisa menjamah
apalagi puisi yang belum sampai ke matamu, sebelum
kauresapkan dalam hatimu yang cepat saja berlalu.
bukankah, jembatan panjang berwarna hijau pupus dalam kartu
pos itu terkesan seperti rombeng?
katamu membuatku tercekat. aku ingin lompat ke hari di mana
kau masih bisa kubikin geli dengan canda selucu parit kecil. parit yang
menyimpan endapan kuah rendang yang langsung membuat isi perutmu kocak.
begitulah cinta ini, sayang. aku menyimpan cemburu dalam
diam. meletakkannya di saku baju saja, supaya kau rogoh nanti malam. di dalam
situ. di dalam situ. di lampu-lampu. di lampu-lampu.
cukup indah? kalau belum cukup indah biar kukerik bagian
tubuh yang lain. punggung yang akan kuloreng macan. cuma supaya angin keluar,
dan cinta yang kita damba mengisi kosong ruang ini lagi.
hahaha.. puisi. aku mesti ketawa
atau tidak pada puisi. pada pulisi. pada puisi,
2015