Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Kamis, 11 Februari 2016

Giessen

Giessen


di situlah mungkin, tempat di mana
kau belanja cerita
dan menyuguhkan padaku
(di meja tempat kita berkelana)


appendix dan segala yang gila
pada ujung telponmu- kuharap ada diri ini.
bulanbulan mars dan tahan marah,
gelisah masuk ke jam 5


menyilang basah sosro
dengan bunga es di banhoff
biar jadi sebingkis manis,


dua jam setengah
dari bulan februari


Balkon Stubat,
2016



Renungan Pagi dari New Jersey

Renungan Pagi dari New Jersey


setelah poptarts terakhir di meja kita tandas
kita akan bercumbu, mengacuhkan pagi seperti inilah hidup paling bisa dinikmati: menonton panas matahari menembusi rimbun mapel dari balik jendela.


di bagian seperti ini
kita tak akan mengaduh
dan kau akan berlari, mengayuh pit, menahan tawa, berpetak umpet, mengecupi kuping sebelum ada orang datang tiba-tiba. tergesa
dan percayalah. banyak jiwa orang letih tanpa tahu kenapa


di sebelah utara, orang-orang lapang
karib terhadap kota yang lalu lalang
sebelum sebentar lagi malam


hari kita lewati tanpa bersit tanya
sama sekali


kenapa?


Membayangkan Moorestown,

2016


Siang di Rite Du Passage

Siang di Rite Du Passage


dalam benak setiap siang
ada riak dan lilalili yang teramat
seperti mata kucing habis kena kanabis-
sempoyongan mencari liang pulang.
mencari jasad ikan dan setiap apa yang di jalan, termasuk mengubah nasib orang yang hampir menubruknya


masa peralihan melahirkan maki dan kaki dashi pada awalan suluk. menjelma cerita yang memuat nama kita, menggelikan perut dan menyudahi kantuk:
seperti setiap siang. kita adalah cuaca yang menggemaskan


lihatlah itu kantor-kantor
pak pos dan liar kota yang terulir panas. tidak ada tempat paling aman kecuali bilik dadamu, yang tersembul dan merintih minta ampun


berdoalah kita.
berdoa.
meminta semua yang ajaib menjejali hidup, supaya rindu ketemu pucuk. dan kita bisa tinggi setiap hari


hahaha..


Studio Batu

021516

Tampias Hujan di Pelataran Gamelan

Di Poetry Air

Di Poetry Air
--


prolog merupakan runway
dan kata-kata sedang melakukan taksi


coba lihat..


puisi membuat kita terbang
menjelajahi awan, kesempatan terbuang, dan oh.. kau sepuluh menit lalu, satu ukuran ke belakang, dua ukuran silam, ketika belum sebesar sekarang segala yang kucecap dalam-dalam
sayang. aku terbang.. ke tempat di mana ulangan membagi pada kita moment of truth, lihat aku kecil ingin berkenalan !
dan sialan.. aku sudah berganti pacar tiga tahun setelah itu, si relijius yang tak hendak menukar liang dengan cinta-cinta murah. dan beberapa jenius menganggap nasib adalah kebohongan belaka


oh lihatlah puisi, tidak ada pramugari
tidak ada yang kita pesan
selain luka dan hujan


sebagaimana setiap air turun dari langit kita anggap picisan,
seperti setiap catatan perjalanan yang berulang.
kita ambil gitar, memainkan satu lagu blero dengan lirik yang aduhai bikin cemas. aku mencintaimu, aku tak mencintaimu, aku membencimu, aku membuat ode, aku menulis sebab jarak.


aih...


Dan kita makan kita tidur kita berdoa kita mengaduh kita hampir mendarat, stay still dan pakailah sabuk.
yak yak.. kalimat-kalimat lurus menjadi epilog
ponsel tetap mati dan tunggu sampai puisi sampai garbarata. di situ rindumu akan sampai, dan orang yang kautuju bakal tercengang. menyimpannya dalam kulkas bernama bathin


Terimakasih atas perjalanannya membaca Poetry Air,
semoga kalimat-kalimat sampai juga di kopimu.


di kegelisahan yang tak sudah,


Kricak Kidul

020516

Galilea 2

Galilea 2


dan kulihat 1990, malam di Nantes
ketika makan malam sampai kepada pencuci mulut
Novotel dan gedung sakit
di mana banyak orang tebaring
menunggu reda semua nyeri


di bawah atap panjang
yang mengaduh minta dijemput
adalah mereka yang sungguh siap,


Dan Galilea di mana semua syaraf
mulai tak terasa
batas mati seperti dekat diratapi


padahal di luar situ
di panggung-panggur riap
orang marah menyumpah hidup



2016


Rabu, 03 Februari 2016

Tentang Majalah Time dan Kenapa Aku Menyukai Pertanyaan

Tentang Majalah Time dan Kenapa Aku Menyukai Pertanyaan


Sayangku,


Di Kota yang semuanya sudah serba teratur, di mana banyak kerjaan sudah klaar dan kita cuma perlu menunggu jam 4 rampungan, jam setelah makan siang selalu menyisakan ruang bathin yang seringkali otomatis terisi dengan pertanyaan tentang hidup. Kenapa mesti kita begini? bekerja? di sini? di kota yang jauh? di tempat di mana rindu padamu sering menjadi-jadi tanpa obat? dan kita perlu menunggu musim panas untuk ketemu dan itupun tak tuntas? wah. atau kamu yang lain? yang menyigi bathinku berjalan di situ menabur garam pada luka. O! sorry. Sudah kadung garing.


Pertanyaan, sebagaimana nilai-nilai yang kita percayai, adalah modal untuk menjadi manusia yang "manusia". Plato menyebutnya sebagai tes pada diri, dan Time Magazine memberi ruang di halaman terakhir lewat rubrik "10 Questions".


Di jam 2 siang, ketika Brookline siang sepoi-sepoi dan angin mendesir di atas kolam Jamaica, angsa-angsa kurasa juga akan menikmati hidupnya sebagai angsa. Biasanya aku sudah rampung menyortir pelbagai surat yang masuk untuk kemudian dibagikan ke kotak-kotak pos masyarakat kampus. Dan dari mereka yang telah lulus, kudapatkan Majalah Time gratisan setiap dua minggu. Time, Waktu, Tempo, Kronos, Kala, adalah sebuah ruang lepas yang kita tak pernah hirup dalam-dalam. Sebab kita terlalu banyak menghindar, mungkin. Kita cemas pada ketidakpastian, mungkin. Kita banyak menghakimi dan percaya pada berita jelek, mungkin. Kita terbatas, apalagi.


Perantau adalah urusan label yang lebih keren ketimbang imigran. Namun mereka semua sejatinya adalah pencari, sebagaimana tiap manusia yang bertanya. Sebagai Cina hybrid Jawa yang dibaptis di lingkungan kampung Jawa dan keluarga Jawa, aku menekuri filsafat Jawa dengan pelan-pelan dan seksama, kamu tahu. Aku jatuh cinta dengan rasa, dengan bagaimana hening perlu disertakan menemani logos. Semata supaya kita tidak jatuh dalam lembah keblinger dan keminter. Jumawa dan sombong.


Di dunia barat yang cenderung matre, aku hanyut dan berenang senang. Baru terasa betul ketika pendidikanku selesai dan balik ke dunia friendship lama yang bertabur mimpi dan gilang gemilang sayang teman. Mencari kebaikan, berbagi kemuliaan.


Dalam ulasan sebuah pelajaran Pengenalan Kepada Sosiologi, aku ingat bagaimana dosenku yang bahenol dan cantik rupawan menerangkan perbedaan komunalnya adat timur dan begitu individualnya peradaban barat. Ini dikotomi langsungan, yang tentu sudah melalui penelitian panjang. Namun ketika menilik ke dalam, variabel barat-timur dalam adab jauh lebih banyak dari sekadar individu dan komunal semata. Di Jakarta, banyak orang tak mengenal tetangga kanan kiri, dan Jokja kota hari ini merambah juga jadi demikian sama. Lalu ruang lowong itu muncul lagi.


Kenapa Aku menyukai pertanyaan? sebab aku suka menulis sajak, dan itu bisa datang dari mana saja. Membaca pertanyaan di belakang halaman itu sering menerbitkan ilham menulis puisi yang adalah, bagiku, bentuk puncak dari pengarsipan literatur yang sering menonjok nalar dan begitu menonjolkan rasa dalam racikannya. Keindahan sering kutemu justru dalam ruang lumpang, yang kosong dan kadang tak butuh dimasuki, tapi kita bisa memotretnya diam-diam. Seperti kangen padamu, seperti bathin dan kepercayaan. Seperti La Magica, seperti tempias sinar sore di bawah cagak motel murah di perbatasan El Paso.


Tidak perlu terlalu dekat, tapi cukup dekat. Sebab keindahan memunculkan rasa damai, dan rasa damai menularkan cinta yang tak dibikin-bikin. Di situ kita boleh memolak-malik kata seperti yang kita ingin; beberapa orang bisa sangat kena, haru dan memuji seperti sedang terangsang: kamu kok bisa nulis begitu, tapi beberapa bisa tidak dong sama sekali. Ah..


Aku bercerita begini padamu pada siang Sosrowijayan yang permai, membayangkan Brookline dan kangenku pada East Coast yang sekarang sedang badai. Siang begitu tenang dan percayalah- kalau kamu ada di sini bersamaku menyesap tembakau rajangan dengan saus paling sempurna ini, kamu bisa menangis. Dan memelihara pertanyaan seperti memelihara ingatan adalah hal yang seringkali subtil. Itulah kenapa aku menyukai pertanyaan, supaya kamu tahu. Dan aku ada bahan bercerita, menciptakan ruang kosong yang lain lagi denganmu.


Januari,

2016




Wulang dan Yodi dan Tahniah Ini

Wulang dan Yodi dan Tahniah Ini


di tempat kau memepatkan waktu
pada pelajaran-pelajaran rumah
menjadi wang, menjadi sedih, menjadi marah. terbitlah thesis, kemudian antithesis, itulah dialektik suri tauladan.
yang mendatangkan hegel padamu menjadi mimpi dan
penundaan adalah segala macam paling ngeri yang bisa kaubayangkan, seperti situasi buruk yang tak mau menunggumu lekas bangkit.
skripsi dan artefak, kau sungguh tak mau mengulang ! air tanah menjadi jembatan dan bangunan dan nomenklatur yang tertahan di meja-meja pemerintah.
berdoalah dalam hati, bersulanglah dalam temaram. mari tenggak, mari menjadi gemuk. di setiap sungai yang menyimpan lekuk, kau tahu cinta tidak datang diam-diam. kecuali dengan banyak pengetahuan dan paras cantik. O..


tapi astaga. Wulang ! Yodi !
kaukau lulus juga.
dan aku turut gembira lewat ini. merayakannya dalam kalimat-kalimat pengantar tidur, dalam satu kata manis di bisik hati: proficiat



01202016

Mbak Arsi dan Yodi
Wulang dan Kak Cella