Dari Boim ke Stubat dan Malam di
Gowongan
hari sudah hampir tutup, janji kami sudah ingkar, tapi niat
kami belum. grup boim adalah grup yang sering mengkhianati kesepakatan,
sekaligus menjaganya rapat-rapat. paradoks terbaik yang kusaksikan tumbuh
nyaman serupa belukar di depan rumah pak dalsim, seorang tua di masa kecilku
yang memilih bertapa menjadi rahib di gelap rumahnya sendiri.
" mengko kumpul jam 9 tet ning omah wulang, nek kecu
ditinggal."
kata-kata ini tak cuma sekali, tapi lebih dari tujuh puluh
enam kali diucapkan setiap kami mau berkumpul, toh itu cuma gertak yang tak
menakutkan belaka. pertemuan, mungkin kami anggap sebagai sebuah arketipe dari
nasib yang gemilang. bertemu, betapapun telatnya, lebih berharga daripada tidak
kumpul. bincang-bincang yang cair memungkinkan kami yang introvert menemukan
jati diri lain sebagai extrovert. barangkali sebab itulah alam bawah sadar
menuntun kami pada sikap 'sek dienteni dilit meneh.'
jam sudah lebih dari jam 9, obrolan di kamar wulang makin
hangat. bapak-ibu wulang menyimak diam-diam, dan kami makin asyik. para boim
suka mengolok-olok diri sendiri, menertawai kebodohan, dan menyalahkan orang
lain. itu komposisi yang pas untuk sebuah grup, menentukan ketidakcocokan dan
membagi ketidakcocokan itu kepada anggota, seperti membagi komuni. itulah liturgi
kami.
" si fulan dan fulan kae wonge
wagu banget, yo, mbiyen adewe ra dianggep saiki nyedaki-nyedaki ngono.."
" kuwi buah karya, bung. karyane adewe meneng-meneng
mengubah banyak hal. termasuk pandangan orang."
di luar yogya dingin, di kamar wulang yang mini-size segalanya jadi hangat. pada
dinding-dindingnya banyak tergambar coretan-coretan lama kami, termasuk gambar
AC dua dimensi yang tampak begitu komikal. kami tinggal menunggu duta,
laki-laki yang gemar mengkritik dan bernada kiri, beralasan rumahnya jauh dan
kadang tepat kadang telat. biasanya dia memang punya urusan dengan kekasihnya,
mereka menjalin kisah kasih sudah sejak delapan tahunan lalu- semoga selalu
awet.
akhirnya duta datang, kami langsung mengomentari tiap apa
yang dikenakannya, sebab dia ini walaupun suka bicara kiri, tampilannya brandy
haha. dia langsung mengambil duduk di sudut kamar, sedikit bicara tentang curah
hujan di daerah godean dan blablabla.
sudah hampir satu dekade sejak perjumpaan perdana kami,
belum pernah ada memoar atau sekadar catatan kecil tentang perjalanan kami- boim
family. tidak ada catatan tentang muasal nama atau sejarah kapan didirikan,
tahu-tahu kami merekat begitu saja. semuanya hampir seperti sulap, abrakadabra,
jadilah boim family sampai dua tahun belakangan sepakat menamakan diri studio
batu. maka hadirlah tulisan ini, untuk memungut apa yang bisa diceritakan
ulang, betapa tahun berganti lagi sejak kali perdana menjelajah kretek kewek,
dan kami masih begini- dengan perubahan sana sini. semoga selamanya tetap
teguh, penuh cinta, dan tinggal dalam rumah ketakmengeluhan. amin.
dari boim ke stubat. dari kami yang kanak-kanak ke kami yang
beranjak berbulu lebat. selalu ada ruang untuk tiru-tiru, untuk mengimitasi
keadaan sekitar sebagai wahana belajar.
sudah lama betul sejak kami melakukan prodo gagal di dinding-dinding liar bersama anak-anak sebaya lain,
yang kelak beberapa di antaranya menjadi sohor, dan kami berjalan pelan keluar dari
dunia melukis tembok itu (kalo saja
Nick23 baca, pasti dia ingat betapa passion
kami waktu itu lebih duwur ketimbang bakat).
tejo memutuskan untuk masuk IPA, meski ia tahu bahwa film
hanyalah satu-satunya future road
bagi hidupnya yang cemerlang. Telah banyak film sejak ia memutarkan film pendek
pertamanya di dagen, film yang wagu bukan kepalang. Tapi selalu ada pengorbanan
yang manis, dimanapun itu. wulang pun, ia belajar di kawah candradimuka bernama papermoon. kami bersaksi dari dia yang turah waktu sampai dia yang membayangkan
bila sehari dibuat lebih dari 24 jam, haha- dalam keterbatasan kita senantiasa
merengek-rengek kemustahilan.
fabek tetap misterius dan tiap tahun jadi lebih teatrikal, ranggaye
diam-diam mampu beli motor lanang sendiri berkat proyek yang sering ia simpan
sebagai kejutan. tommy meniti karier menjadi manager raminten uborampe setelah
sekian lama ingin jadi pemain basket pro,dan mancing sudah tak lagi giat
menggerinda. time flies dan kita
selalu punya kesempatan untuk tercenung kok iso ngono yo.
***
akhirnya semua komplit berkumpul setelah ragil dan yodi, para
musisi grup band kontemporer saka asal condongcatur, datang bersama klebes
hujan. muka-muka klentruk dan teruk. rupanya mereka usai manggung. gowongan
penuh dengan kewajaran, kami menyambut mereka dengan kebahagiaan yang buncah,
seperti ada parade di relung bathin kami sekalian. batu studio serupa mercu
ketika kami sedang bingung menentukan arah kapal. atau rumah kokoh ketika di
luar hujan badai sedang menyusahkan. jam sudah hampir menunjuk angka 12, tak
ada yang ditinggal, kami segera ke ganjuran. berdoa untuk semua hal yang lumrah
dan wonderful dan ciamik yang telah Gusti Pangeran beri. amin.
Boston
12302014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar