Pada Suatu Waktu yang Sleman Sekali
Ilham Jayakesuma,
Maman, Ahmad Kurniawan. Fallah Johnson, kamu tahu itu. Mereka akan siap
menggempur Oyedepo dalam kepalamu yang kecil seperti kaki Fatecha Ojeda.
Persita mengulang lawatannya minggu lalu. Kaki-kaki yang
sama. Gerakan-gerakan rapi yang hidup lagi, memberi kesulitan buat
pemain-pemain Sleman satu dekade lebih setelah liga bank mandiri. Egi
Melgiansyah, kamu tahu.. masih Egi yang dulu, dia grown up dan lebih matang
dalam kontrol dan umpan. Jalwandi, sayap kanan modern dengan tampilan trendi
yang hampir-hampir Kaukasian. Aku memandangnya di sebelahmu, dari tribun merah
dengan gudang garam ecer berharap tidak segera turun hujan. Aku masih
superstitious dan berlagak pawang.
Apakah ini cinta yang murah? atau ini perayaan yang mahal?
Seluruh tribun tidak pernah gelap tapi gemerlap seperti
tahun ini. Penuh dengan syal dan lampu-lampu cellphone pegawai-pegawai lelah
menolak Senin. Ini masih Minggu, bukan? dan dalam hati mereka sudah terbit
segala macam capek, atau mungkin saja inilah blues mereka. Yang melepas gundah
sebal marah-marah bos menjadi semacam suguhan piano Ray Charles.
Kito !!! dan gol Kito
pemiarsaaa!
Di situlah. Di situlah letaknya Suatu Waktu yang Sleman Sekali. Pada
lelah yang dilebur gol. Kali ini Kito. Wasit menahan detik akhir dan seantero
stadion ingin mempercepat kesudahannya dengan peluit buatan bibir bawah yang
dicekungkan.
Satu rokok lagi. Aku naik ke teralis besi dan siap menyambut
peluit !
Sit ! prit! asu cepet
!
Priiiiiiiit....!!!!!!
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar