Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Rabu, 29 Maret 2017

Maret

Maret

I giardini di Marzo, dari sini aku membalas suratmu. Kau tahu, Taman di bulan Maret.


Maaf baru bisa membalasmu, setahun bukan waktu yang panjang, terasanya. Begitu bukan? Boston menyenangkan. Beberapa kush membuatmu lupa pikir tapi selalu sukses mengantarmu ke palung-palung dalam bathinmu yang tak terselam. Sesuatu yang kosong dan kedap. Dalam riuh selalu ada sendiri yang paling, seperti cerita moksa. Seperti garis putih panjang yang membikin semua ruh menjadi tinggal kunang-kunang. Seperti sperma, seperti ovum, seperti spiral waktu dalam teori-teori gravitasi yang belum pecah. Seperti tak semua janji mesti ditepati, seperti itu. Kau menemukan sesuatu, aku tahu, meski engkau banyak kehilangan. Jangan lagi keluarkan paradoks dan alterite, aku sudah terlanjur kenyang. hahaha..


Conor Oberst dan hujan tipis mewarnai Soho yang panjang dan taman mas-mas penuh tatoo. Bau mariju yang dimana-mana makin mengantarkanmu ke suatu tempat. Burger di Fenway dan wangi pilu pupuk sintetis yang menguar terus pada awal April. Musim semi tempat persemayaman Ajax. Apakah Thai Tea di pojok Main Street meresemble Bangkok? Kembali ke motherland adalah upaya menyusup diri balik ke rahim, memahami gelap dan haha hihi di luar perut yang tak pernah sampai, usaha yang rubes tapi menenangkan dalam rangka mencari dan menata ulang. Kau pasti tahu maksudku, kan? meski tidak ada yang berantakan, dan tidak ada yang terasa sangat lowong pada permukaan paras yang cherish as fuck dan dongker biru parka banana republic bagi dinginmu yang menampar-nampar.


Kau tahu yang terjadi setelah Boston, New York, dan Karolina Utara. Spotlight di segala tempat dan tak pernah kaubayangkan tempat yang selalu memberimu rasa pulang akan tersorot begitu berkali-kali. 777-300 ER dengan goyang mencumbui Parismu yang lovely not, tepat di Le Mesnil Amelot. Alah..
Bukankah menyenangkan? Kau tahu rasanya, kan? Semuanya terjadi begitu cepat, dan kau tak pernah berenti membikin list tentang apa yang mesti kau raih dalam sekali hidup. Atau berkali-kali? oh sungguh.. kita tak perlu mikir serumit itu. Jangan-jangan hulu tulang jari kita ketika mengepal cuma dimaksudkan untuk menghitung genap ganjil hari dalam sebulan. Kenapa tak mengakui saja bahwa manusia begitu terbatas sehingga bolehlah hidup politik kita sekali-kali tidak chaotic, paham kan maksudku, diri.


Lagipula bertemu kau dalam surat setahun sekali cukup menjadi rutin yang kunanti. bukankah rindu tidak perlu mampir sering-sering? bukankah enteng saja mempunyai jarak dan beberapa jeda untuk menarik nafas dan menjaganya tetap menarik? Aku mencintaimu sebagaimana aku mencintaiku, sebagaimana kamu mencintaimu, sebagaimana aku mencintaiku dan kau mencintaimu artinya tentu aku mencintaimu sebagaimana aku mencintaimu, tapi apakah sebaliknya? Sedang dalam satu percakapan yang mengusik kau menyuruhku membayangkan penculikan dan planet sepi, tempat kau ingin dibawa lari.


Tentu, kau tahu masa lalumu. Kau tahu bahwa berkali-kali dia menelponmu. Menjadikan malam biasa bisa begitu penting dan yang nisbi jadi begitu runyam, atau itu cuma perasaanku? Kau merasakan juga, atau..?


Mari kita ngobrol enak saja soal Lucio Battisti, aku akan menceritakanmu soal ini. Soal Maret dan masa kecil yang terhimpit. Es krim yang sulit dicegat dan potongan-potongan scene dari masa kecilnya yang tak gampang dibendung. Es potong dan warna warni sirup orson, Klodran-Kricak dan nasi garam. Seperti yang berkali-kali kauyakini bahwa tak pernah merasakan susah adalah salah satu syarat utama menjadi pribadi rapuh. Che anno è che giorno è, questo è il tempo di vivere con te, le mie mani come vedi non tremano più. Kau tak perlu repot-repot mengundang kenang.. Tentang Battisti, kudengar dia terantuk pada kemiskinan, sebelum bangkit dan menjadikan lirik lagunya begitu redemtif. Sekali dalam hidupnya yang pendek, suaranya pernah digambarkan sebagai suara 'orang yang baru bangun tidur dan belum sempat minum kopi'. Betapa! Didi kempot dan sebuah wimcycle di bilangan Jatimulyo, keringat dan bagaimana siang bisa berubah begitu panjang. Tentang Taman di Bulan Maret, aku tidak tahu bahasa yang tepat- yang sanggup membuat around 50.000 Laziale menangis dalam kemenangan 4-0 atas Empoli di Olympico. Segagah itukah kesedihan? Atau jangan-jangan Berdyaev yang memenangkan pialanya, dengan mengatakan bahwa hidup ini seperti sodokan biliar sekalian bolanya yang saling memengaruhi dengan gerakan tak terduga dan tanpa aturan sekaligus. Jangan-jangan empat pemenang lomba foto bayi sehat di Matahari Mall yang diumumkan di Tribun dimaksudkan agar 5 tahun setelahnya seorang suntuk di angkringan tercerahkan harinya oleh muka ketawa penuh pipi pada luar bungkus nasi kucing yang akan segera dibuang. Siapa atau apa yang memaksudkan? aku takkan peduli tentang kenapa. Bukankah banyak jangan-jangan dalam angan ini, wahai diri.


Battisti, sebagaimana lagu tentang kanak-kanaknya yang serba kurang selalu berhasil membikin mataku lengas. Aku tidak tahu kenapa duduk di tempat aman selalu menarik gagasan-gagasan dalam pikiranku pada satu tempo dengan ritmik pelan, dan membuatku tak peduli beberapa jam selepasnya. Lantai atas prudential memotong keju biru mambu di antara dua tumpuk crackers, menuang gelas ketiga wine california, memandangi tulisan Citgo dan berbisik pada diri sendiri I did it. Or didn't I?


Awalnya aku ingin sekali melewati 25 dengan mengundang orang-orang, menari mabuk dan memberi khotbah tentang hidup yang sempurna. Memuntahkan Sartre, Freud, dan Gadamer sekali waktu. Throwing them up supaya kau tidak tahu dan aku bisa merasa lebih superior. Tapi O.. Belakangan aku makin tidak menemukan kenapa aku mesti merayakan banyak hal dengan gempita. Pan Metron Ariston, tentu saja. Everything in moderation.


Kau tahu, betapa cinta yang mentok tak pernah terasa gurih. Seperti puisi yang lahir dari beberapa masturbasi, seperti banyak sajak yang tak enak dibaca, seperti tolakan-tolakan yang pegas dari kaki anak-anak yang bersedia-siap-mulai pada ujian lompat jauh, seperti itu. Dari sudut-sudut juang selalu terbit cinta-cinta yang kuat. Apa yang kumakan ini nanti dan sorot mata mana yang akan memandangku paling dalam? Sehingga sadar betul dirimu bahwa hidup yang tak pernah dipertaruhkan memang takkan pernah pula dimenangkan. Apakah kau akan mendoakanku tahun ini dan berharap kau bisa membalasku lebih semarak di tahun depan?



Hopefully, cin. Selalu kunantikan balasanmu. Ciao !
-K




Tidak ada komentar:

Posting Komentar