Tentang Majalah Time dan Kenapa Aku
Menyukai Pertanyaan
Sayangku,
Di Kota yang semuanya sudah serba teratur, di mana banyak
kerjaan sudah klaar dan kita cuma
perlu menunggu jam 4 rampungan, jam setelah makan siang selalu menyisakan ruang
bathin yang seringkali otomatis terisi dengan pertanyaan tentang hidup. Kenapa
mesti kita begini? bekerja? di sini? di kota yang jauh? di tempat di mana rindu
padamu sering menjadi-jadi tanpa obat? dan kita perlu menunggu musim panas
untuk ketemu dan itupun tak tuntas? wah. atau kamu yang lain? yang menyigi
bathinku berjalan di situ menabur garam pada luka. O! sorry. Sudah kadung
garing.
Pertanyaan, sebagaimana nilai-nilai yang kita percayai,
adalah modal untuk menjadi manusia yang "manusia". Plato menyebutnya
sebagai tes pada diri, dan Time Magazine memberi ruang di halaman terakhir
lewat rubrik "10 Questions".
Di jam 2 siang, ketika Brookline siang sepoi-sepoi dan angin
mendesir di atas kolam Jamaica, angsa-angsa kurasa juga akan menikmati hidupnya
sebagai angsa. Biasanya aku sudah rampung menyortir pelbagai surat yang masuk
untuk kemudian dibagikan ke kotak-kotak pos masyarakat kampus. Dan dari mereka
yang telah lulus, kudapatkan Majalah Time gratisan setiap dua minggu. Time,
Waktu, Tempo, Kronos, Kala, adalah sebuah ruang lepas yang kita tak pernah
hirup dalam-dalam. Sebab kita terlalu banyak menghindar, mungkin. Kita cemas
pada ketidakpastian, mungkin. Kita banyak menghakimi dan percaya pada berita
jelek, mungkin. Kita terbatas, apalagi.
Perantau adalah urusan label yang lebih keren ketimbang
imigran. Namun mereka semua sejatinya adalah pencari, sebagaimana tiap manusia
yang bertanya. Sebagai Cina hybrid Jawa yang dibaptis di lingkungan kampung
Jawa dan keluarga Jawa, aku menekuri filsafat Jawa dengan pelan-pelan dan
seksama, kamu tahu. Aku jatuh cinta dengan rasa, dengan bagaimana hening perlu
disertakan menemani logos. Semata
supaya kita tidak jatuh dalam lembah keblinger dan keminter. Jumawa dan
sombong.
Di dunia barat yang cenderung matre, aku hanyut dan berenang
senang. Baru terasa betul ketika pendidikanku selesai dan balik ke dunia friendship lama yang bertabur mimpi dan
gilang gemilang sayang teman. Mencari kebaikan, berbagi kemuliaan.
Dalam ulasan sebuah pelajaran Pengenalan Kepada Sosiologi,
aku ingat bagaimana dosenku yang bahenol dan cantik rupawan menerangkan
perbedaan komunalnya adat timur dan begitu individualnya peradaban barat. Ini
dikotomi langsungan, yang tentu sudah melalui penelitian panjang. Namun ketika
menilik ke dalam, variabel barat-timur dalam adab jauh lebih banyak dari
sekadar individu dan komunal semata. Di Jakarta, banyak orang tak mengenal
tetangga kanan kiri, dan Jokja kota hari ini merambah juga jadi demikian sama.
Lalu ruang lowong itu muncul lagi.
Kenapa Aku menyukai pertanyaan? sebab aku suka menulis
sajak, dan itu bisa datang dari mana saja. Membaca pertanyaan di belakang
halaman itu sering menerbitkan ilham menulis puisi yang adalah, bagiku, bentuk
puncak dari pengarsipan literatur yang sering menonjok nalar dan begitu
menonjolkan rasa dalam racikannya. Keindahan sering kutemu justru dalam ruang
lumpang, yang kosong dan kadang tak butuh dimasuki, tapi kita bisa memotretnya
diam-diam. Seperti kangen padamu, seperti bathin dan kepercayaan. Seperti La Magica, seperti tempias sinar sore di
bawah cagak motel murah di perbatasan El Paso.
Tidak perlu terlalu dekat, tapi cukup dekat. Sebab keindahan
memunculkan rasa damai, dan rasa damai menularkan cinta yang tak dibikin-bikin.
Di situ kita boleh memolak-malik kata seperti yang kita ingin; beberapa orang
bisa sangat kena, haru dan memuji seperti sedang terangsang: kamu kok bisa
nulis begitu, tapi beberapa bisa tidak dong sama sekali. Ah..
Aku bercerita begini padamu pada siang Sosrowijayan yang
permai, membayangkan Brookline dan kangenku pada East Coast yang sekarang
sedang badai. Siang begitu tenang dan percayalah- kalau kamu ada di sini
bersamaku menyesap tembakau rajangan dengan saus paling sempurna ini, kamu bisa
menangis. Dan memelihara pertanyaan seperti memelihara ingatan adalah hal yang
seringkali subtil. Itulah kenapa aku menyukai pertanyaan, supaya kamu tahu. Dan
aku ada bahan bercerita, menciptakan ruang kosong yang lain lagi denganmu.
Januari,
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar