Di Poetry Air
--
prolog merupakan runway
dan kata-kata sedang melakukan taksi
coba lihat..
puisi membuat kita terbang
menjelajahi awan, kesempatan terbuang, dan oh.. kau sepuluh
menit lalu, satu ukuran ke belakang, dua ukuran silam, ketika belum sebesar
sekarang segala yang kucecap dalam-dalam
sayang. aku terbang.. ke tempat di mana ulangan membagi pada
kita moment of truth, lihat aku kecil ingin berkenalan !
dan sialan.. aku sudah berganti pacar tiga tahun setelah
itu, si relijius yang tak hendak menukar liang dengan cinta-cinta murah. dan
beberapa jenius menganggap nasib adalah kebohongan belaka
oh lihatlah puisi, tidak ada pramugari
tidak ada yang kita pesan
selain luka dan hujan
sebagaimana setiap air turun dari langit kita anggap
picisan,
seperti setiap catatan perjalanan yang berulang.
kita ambil gitar, memainkan satu lagu blero dengan lirik
yang aduhai bikin cemas. aku mencintaimu, aku tak mencintaimu, aku membencimu,
aku membuat ode, aku menulis sebab jarak.
aih...
Dan kita makan kita tidur kita berdoa kita mengaduh kita
hampir mendarat, stay still dan pakailah sabuk.
yak yak.. kalimat-kalimat lurus menjadi epilog
ponsel tetap mati dan tunggu sampai puisi sampai garbarata.
di situ rindumu akan sampai, dan orang yang kautuju bakal tercengang.
menyimpannya dalam kulkas bernama bathin
Terimakasih atas perjalanannya membaca Poetry Air,
semoga kalimat-kalimat sampai juga di kopimu.
di kegelisahan yang tak sudah,
Kricak Kidul
020516
Tidak ada komentar:
Posting Komentar