Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Selasa, 22 Desember 2015

Jakarta di Desember

 Jakarta di Desember


"mestinya orang jakarta pandai sekali main petak umpet." kau mengatakan ini sambil menyeruput jus tomat dengan gula yang katamu kebanyakan.


di pancoran aku lihat mancur air.
ia mengingatkanku pada maiden flight semua pesawat pertama yang bisa mengantarmu ke tujuan yang masih belum dijelajah. tentu. penerbangan pertama selalulah dapat sambutan paling gegap gempita. itu berlaku bagi apapun. cinta pertama kerap membuat kita gila, buta, segala saja.


maka jangan marah bila aku ingat juga areola di dadamu yang dua manis bak anak kembar, yang kalau kutanya mana yang lebih enak antara es krim coklat atau vanila mereka akan amat bingung.
mungkin seperti itu pula kau dan tahun-tahun di belakang.


setiap pahit kecut seperti pilsener yang kita tenggak dalam panas dalam yang baru saja. tidak ada kesetiaan dalam kemarau yang salah musim. kita menanti itu secara keteteran


" oya? betulkah?" aku ingat kau bertanya apakah ciuman kita bisa lebih hangat seperti mendung di sudirman. kantor-kantor yang menelan jam doa diam-diam.
orang sini mungkin saja pintar juga menata dakon dan mengadu nasib pada dadu ular tangga.
sebab seperti kita kini, celah-celah jiwa mereka kian tertutup dimakan ngengat bernama ruang. dan gejolak-gejolak itu memudar beriring dengan bunyi rembes air dari tritis di sekitaran gambir.


tapi biar saja kita larut dalam kenang. toh kuyakini kau dimanapun sama menikmatinya.


2015




A Pledge of Sosrowijayan

A Pledge of Sosrowijayan


aku mendengus di jalan-jalan, aspal panjang yang riuh oleh pejalan. pejalan yang menghabiskan peluh dengan bersembunyi dari segala pekik di rumah jauh. kalau boleh kubilang, kebohongan apa saja yang melelahkanmu tak akan mungkin membuatku kesah. sebab telah kusaksikan ampas-ampas bathin manusia, yang bermuka dua dan berjejal dengki. bercecer. kebohongan tentang hidup hype yang dibikin runyam. Kendaraan lalu lalang di sepanjang tubuhku. aku tak akan mengutuk ibuku apalagi matahari. doa-doa akan kubawa dalam diam, dalam ucapan yang nihil. Sehingga ketika dengus itu makin mendesah menjadi tangis bayi, kau tak akan membayangkan lagi bagaimana seseorang itu akan hamil. aku adalah jalan dengan umur yang tak lagi kuhitung, seperti wajah-wajah itu pun, sonder kurekam dalam kemuliaan. dalam rekaman yang macam-macam. mungkin saja mendung takkan datang di pecinan, tapi kesedihan tak akan pergi dari situ. kota ini mungkin akan terus tumbuh, dan aku tak mungkin akan menyalahkanmu. menyalak-nyalak seperti piaraan yang itam itu. percayalah.


cinta mungkin akan mempertemukan kita lagi, athens. malam gelap menciptakan bir yang pahit, barangkali burger dengan patty paling sempurna akan membawa ranjang kepada kita. di sana kita akan menempelkan nama-nama negara dari dada sampai rongga-rongga yang membuatmu geli itu. lalu akan kubisikkan satu mantra dalam cerita bacchylides, teriakan yang menggetirkan cinta-cinta sisyphus. aih. narcissus. akan kutempelkan aku dalam dirimu, sampai kau mengerang aku, menjadi aku. Sudah angslup dalam sini, menjadi jalan yang abadi.



08122015

Bersama Wulang Sunu di Sosrowijayan yang lengang dan hujan