Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Rabu, 30 September 2015

Boston Harbor

Boston Harbor


di satu riwayat yang mendung
lengket mata lebih penting
dari kesedihan yang menyerupa
raksasa ganas menjelang maghrib-
genderuwo yang mungkin akan
menyembunyikanmu
sampai nyanyi-bebunyian ditabuh
untuk dirinya yang egosentrik


tanah lembah lembayung.
senjakala begitu dipuja
dalam mitos-mitos murah
sebagai suatu saat yang menyimpan
haru lebih abadi dari kisah
hidupmu sendiri


di gudang-gudang
tali-tali kapal, seperti chairil gambarkan,
boston harbor membuatku sangat dekat.
pada tepi laut yang sunyi-
bisu tapi peka mendengar.
suaramu yang liat, jentik jarimu yang mungil,
bisik-bisik gombal
segenap mata kata yang tajam
darimulah kudapat ilham
untuk menyembunyikan hari ini


seperti genderuwo pemakan ketela itu
burung-burung pulang terbang ke entah
menyeru maghribnya sendiri
sampai kelambu langit runtuh
ganti gelap. ganti diam. terbenam


Brookline,

2014

Jumat, 25 September 2015

Buat Ivit

Buat Ivit


Bons nageurs sont à la fin noyés,
perenang yang baik acapkali tenggelam.


bolehlah adagium aneh ini tak kau pertanyakan,
seperti setiap takdir tepat tanggap- bersicepat dengan waktu.


bintang di langit paling jauh atau juga si fulan di sebuah kelurahan paling mlencit.
semuanya tiada juga dalam ketiadaan paling tak ada. mungkin saja.


manusia kecil karena terbatas, dan besar karena ada kehendak untuk menerima itu.
garis-garis riuh rendah di tepuk tangan orang-orang.
di air mata mama sedunia bersembahyang
dan para hajj mencium hajar aswad.


di situlah jiwa bersemayam, Vit, di tubuh dengan nadi berdetak dan
kerahiman yang sering lebih lembut dari tenun tangan priyayi kyoto.


maka jika malam ini doa pun telah purna, ciumlah papa dengan rendah hati.
sebab Pangeran pun merindunya dengan demikian.


salam, peluk dan, segalanya saja buatmu.



09252015

Kamis, 24 September 2015

About Longing

About Longing


“ And the world's got me dizzy again
You think after 22 years I'd be used to the spin
And it only feels worse when I stay in one place
So I'm always pacing around or walking away “ - Landlocked Blues, Bright Eyes


bahkan setiap butir gula punya pahitnya sendiri
kau tahu, yaitu ketika segala yang manis
tak mampu menahan getir hari mendung
kungkong katak dan pekik alap-alap
gagak, cicak. nyamuk di air yang mengendap


hidup ini rapuh nan mudah koyak.
Sebagaimana amsal-amsal tak perlu.
Kita dipaksa menjadikannya penting.
suaramu siang itu, begitu sumbang


negeri kita pula, seperti katamu,
adalah “ tanah di mana dendam begitu subur.”


khianat selalu nemu jalan
kalau bukan jalan pintas, paling tidak
setapak kecil


di situ urat nadimu bergetar cepat
jantungmu pun, selalu berdetak seperti derap
taptu. ini musim penghujan
tiap tetes turun adalah ketabahan
pada kata-kata “ seolah-olah cinta itu cuma dirimu.”


tapi lagi-lagi kota kita- kota ini
seperti hero yang membenci keluarganya


hercules. hercules anak zeus. katavasia itu.
penaklukkan hades cuma dengan kesungguhan
kepahlawanan tanpa risik haru


: tiap ketidaksempurnaan adalah kekal.


dari Jakarta ke Narita, dari Narita
ke kota-kota di Amerika
kunang-kunang tetap menyala
dalam matamu.
dan kita demikian jauh


Boston

Okt 2014

Brookline, MA 2015

Minggu, 20 September 2015

Why Conor, Just So You Know.

Why Conor, Just So You Know.


Aku bisa mudah saja merasakan ekstase semacam orgasme pertama ketika membaca tulisan dengan grade sangat bagus.


Hmm.. Bukan sayang, bukan, dugaanmu meleset. Kurang tepat.


Bukan Norwegian Wood yang menjadi titik kekomplitan Murakami dalam menulis cerita itu, bukan juga Marquez atau Neruda atau Galeano yang somehow beautifully sad. Bukan Dostoyevsky atau Kafka atau Aquinas yg cenderung spiritual. Namun Conor Oberst, the man himself.. yang sering-sering membikin aku merasakan hal subtil begitu. Barangkali tak patut membandingkan penulis-penulis filsafati yang deeper than the ocean dengan vokalis band. Tapi dia, menurutku, adalah penyair cum filsuf par excellence yang mendaku sebagai cah band.


Dunia adil sekali.. orang hebat bisa kaukenal lewat apa saja. Dari mana saja dan kesempatan sesempit apapun. Tidak banyak yang tahu Conor Oberst di Amerika, apalagi di Indonesia. Aku dengar music Conor dan bandnya Bright Eyes pertama kali adalah First Day of My Life pada sebuah semenit iklan youtube yang tidak bisa diskip. Dan ini bukan usaha untuk menjadi artsy atau edgy atau pun mencuci otak agar kau suka karya-karyanya, sayang. Tidak sama sekali. Kau tak perlu suka dia setelah membaca tulisanku, tapi mungkin kau cuma perlu tahu bahwa ada orang seperti Conor. Orang yang kehadirannya secara khusus bisa mujarab menolongmu dari kemurungan. Conor adalah landasan pacu yang baik untuk landing bagi setiap hubungan yang tak mulus. Kredonya adalah what so easy in the evening by the morning such a drag ! Ternyata di dunia ini yang namanya cinta-cintaan hanyalah urusan esok dele sore tempe. Lagunya, Lua, banyak menenangkanku, bahwa ternyata oiyaya mudah sekali kehilangan itu. Kita akan menjumpa kehilangan dimanapun, sebab diri ini-manusia ada batasnya, kita akan menjadi bagian dari kehilangan juga pada satu ketika. Sebab itulah kita merasa sedih tiap nemu kepergian-perpisahan, bahkan perjumpaan pun sebaiknya perlu kita khawatirkan sekali-sekali. Dan masalah itu menggelombang tanpa kita mohon. And I'm not sure what the trouble was that started all of this, the reasons all have run away but the feeling never did. Begitulah postulat Conor lewat Lua nya yang indah dan semi-gelap.. ah


( Dia justru menciptakannya dari apartemen kawannya di tengah-tengah Manhattan yang tumpah ruah manusianya. Lagu sehening dan sekhidmat itu justru tegak serupa gereja gotik yang gigantik di bathin yang sedang kebanjiran )


Entah juga dengan model channeling apa dia bisa menggarap lagu Laura Laurent dan menyanyikannya di Boston House of Blues dengan bola mata sampai menghilang, tinggal mata putih dan suara parau melengking dan lebih kedengaran seperti tangis. La laa la laa la la.. aksi begitu, kau tahu, akan membikin penonton ikutan trance terhenyak tenggelam dalam lirik you were the saddest song in the shape of a woman. Hahahaduh.


" He looks Happier than ever, Niko," aku mengatakan apa yang kulihat pada kawan seperkonseran. " He did drugs and stuff.." seorang mbak berambut ombre menyamber memberi info tanpa diminta. " Not anymore though.." dia menambahkan seakan-akan memberi penegasan bahwa ia adalah penonton konser yang datang dengan pengetahuan tertentu tentang Mr. Oberst. Belakangan aku tahu dia khusus hadir dari New York, dia merasa terselamatkan dari pikiran hendak bunuh diri lewat lagu Conor Common Knowledge. Lagu yang video klipnya dibikin oleh kawan dekat Conor, David Altobelli, dengan mode hitam putih yang sedikit kejam.


Ketika seseorang pada masa laluku, bisa juga adalah dirimu yang sedang membaca ini, meminta saran lagu untuk didengarkan pada detik kau membaca ini, Coyote Song akan cocok kau dengarkan sambil kaupandang itu batako jalanan kotamu dari jendela atas apartemen kecilmu. Frankfurt? Jamaica? lagu ini akan mengingatkanmu pada paradoks-paradoks tentang jarak. barangkali hari ini brengsek sekali bagimu, sebentar lagi sore; mendung betah menetap daritadi; untung barusan saja hujan reda. pelangi belum tiba. masih ada genangan-genangan kecil di setapak sana. Jerman adalah negeri yang dingin. Amerika adalah sekumpulan kota bebas yang kadang tak tahu diuntung. " Loving you is easy, I can do it in my dream.." katanya.. mimpi adalah jalan pintas paling menyenangkan.


Conor Conor ! ! ! one more song pleaseeeee... tapi dia tetap melenggang pergi, masih banyak konser yang harus dia hadiri. di setiap jiwa rebel yang pilu. haha..


Ada sekitar seratus dua puluh sekian lagu termasuk Time Forgot dan Lime Tree yang belum kuceritakan, padamu. Akan kuceritakan lagu-lagu aduhai lain dari dia di lain waktu. Kini kau bisa tenggelam di karya-karya Conor sendirian dulu.


Begitulah, kuceritakan sedikit saja tentang dia padamu. Supaya kamu tahu.


Sept, 2015








Last Concert I attended in Boston


Pada Sebuah Viewing

Pada Sebuah Viewing


kita sedang berkabung,
selamat jalan Richo.


ini sebuah archade penghabisan
: kotakota mati dan penjara
yang menghijau kena rambatan
benalu dan lumut-lumutan.
lihatlah, lihat, sayang
kemudian kau tak mau beranjak
menyapa dan memilih
menyimpannya dalam
malu-malu


demikianlah cinta lama itu
terkelupas seperti tembok-tembok
kota yang bernanah kena getah
aren yang datang dari entah


via via via !
go go go !
as they say in Italian.


jiwa-jiwa mati
sembilu kena air mata
lembab sebab mendung tak
kunjung jadi hujan


dan kau, lagi-lagi
bisu seperti reffrain lagu panjang
di kuping yang sedang bertingkah sialan.


( go go go!)



Sept 2015


Jumat, 11 September 2015

Semoga Menang di Misano

Semoga Menang di Misano

: Valentino Rossi


siapa berhak jadi santo, don vale?
di dunia yang bohong
dan pongah, dan gemar
menyalip dengan licik.. semua orang tampak bermata picik
bukan. ini bukan tentang
bocah konyol dari palma itu.


tidak demi kartel pemburu rente, pak politik atau banyak penjudi
yang ompong di hadapan
keadilan dan jalan-jalan sempit.
kau legenda, taklukkan trek ini !


di atas motor, kau sendiri
yang mahatahu atas apa yang sedang
pada lurus-kelok ujung-ujung lintasan. kauyakin itu.
" membalap adalah laku yang suci.
bahkan penonton dan komentator dan lawan
tak akan paham persis dosa apa dibalik seorang pebalap jatuh. "
kecuali pebalap dan motornya, dan tuhan dan malaikat terangnya.
astaga.. kita ingat dalam puisi juga:
karibmu simoncelli, mendiang tomizawa


dari jauh sekali
kau tak akan membacanya.
tak akan. kubilang, 1000% tak mungkin puisi ini sampai.
kecuali esok minggu kautaklukkan san marino
kaujauhkan jorge lewat pengalaman dan goyang pinggul.
marc- biarlah ia belajar rendah hati.
baru kita sama tahu betapa puisi
bisa mengubah takdir
lewat kesenyapan paling
tak diketahui. hahaa.. hm


misano tetanggamu. ibiza rumahmu
semua di tavullia menyebutmu
dalam lipat doa kecil di tangan mereka. kauboleh menghitungku.
di milan kota dan separuh lebih itali memujamu.
46% bumi menanti domenica, akhir pekan, sabat dan kemenanganmu.


menanglah besok,
sajak ini menyertaimu. mudah-mudahan.


Kricak Kidul,
Sebelum GP Misano.

2015

Rabu, 09 September 2015

Pidato Pemakaman Dari Sisi Lain

Pidato Pemakaman dari Sisi Lain

Oleh: Alex Karcher


segenap yang mula-mula bakal terakhir mengabur
akan termeterai oleh tembok mulus dan wewangian pinus
aku tetap sabar, sunyi menunggu tanda dari janji tak bertanda
untuk beristirahat dengan sejahtera
pada ranjang sempit berdinding beludru-
singgasana dari hatiku yang paling ungu
sulaman paling manis dengan tenun kain satin
( kau tahu, melawan kemapanan yang pucat telanjang adalah
serangkaian kesia-siaan )


gema dari tahun-tahun yang lewat
juga dari hari ini sendiri, barangkali
segera mengangkat ruh
keluar dari kabut kefanaan
bangkit sebelum mataku, seperti musim- tragedi itu
waktu-waktu tak tertambat biasa berkelana
ke tempat yang tak bisa direngkuh
dikawal sayap-sayap serupa kilat-kilat jauh
bersama serempak sayup-sayup suara surgawi
kekallah kenanganmu


peti mayat paling mengesankan ini
terukir melengkung indah nan mewah
tapi pada akhirnya khidmat juga menembus bahtera bathinku
terisap ke palungan bumi yang jeru
(ah) segala itu tak segagah kemewahannya
tak pula semengesankan dermaganya
fana. fana sekali
niscaya semua sama juga
di hadapan komuni jemaat cacing-cacing tanah.
tak berhenti di sana,
untuk beberapa saat lagi aku pun akan
terbaring geli di situ
tak bisa elak dari induk semua iba: debu
( sebab ini semua makhluk tahu,
karenanya mereka tak bisa berhenti percaya )


terkejutlah daku, tentu
sama seperti cacing-cacing buta tadi, yang menggeluti cahaya-cahaya
hidup dicerna perut bumi.
ketika kulihat diriku di ujung kanal
bergerak tak ke atas tak ke bawah melainkan menuju keluar.
seperti aku berjalan mundur ke arah corong yang melebar
aku bertahan bergantung di dunia terbuka baru yang,  
juga mengabur samar,
melahirkanku kembali secara lembut gemulai
: hadiah paling murni dari pandangan yang ma’rifat
kutahu itu biasa disebut orang sebagai “cinta”
tergores langsung dari kaki lamaku yang compang-camping,
(ah) pita putih bersinar dari jalan-jalan penting di bumi
menuju cahaya kekekalan
menuju kegemilangan dan kebenaran
ke dalam jiwa Tuhan yang Maha Rahim.


2015


PS: Sorry I just translated your super tricky poem in my language after some years of waiting, thanks for your patience hahaha. Happy Birthday, Alex. Ah.. Again, I know that I am late on this as well. In your birthday you are not given a gift, but instead, you are giving some heavenly view to those who read this. Wow, so profound :”) I miss drinking together like the old days, talking crap about crap people and realizing that we are the crap ourselves. God grant you many years, man. Boston is a nice city, it sure will gather us again we don’t know when. Or you will come to my hometown next year? by the way.. I am 10,30% done with my novel 50 Goddard Ave. LOL
Disclaimer: Don’t try to google translate my translation or you will cry in your room like a bald priest.


 
Lager and Words