Surat Kepada Seseorang
yang Kurasa Ia merindu Aku, Tapi Rindu Itu Tak Disampaikannya
aku tahu kau ada di sana. di
kamarmu yang kecil dan penuh air tangis. menjadikannya kolam ikan dan kau
pelihara ikan-ikan bergigi landap, supaya makin perih saja suasana di situ.
kau menangis sebab rindumu kalap
menabrak tembok pendek berduri yang selalu saja gagal kaulewati, seberapapun
kau menatapnya. berkali-kali, berulang kali, waktu demi waktu. akhirnya pergilah
kau.
kemudian kau memilih menyusuri
jalan-jalan di pinggiran kotamu yang tua. kulihat bahumu dari jauh, rambutmu
dan baunya kuendap betul-betul dari jarak lima puluh satu depa. kukira, aku paham
jelas mau ke mana dirimu. sekiranya kaupikir menempuh jalan panjang dengan
harapan besar jalan itu akan membawamu pada tujuan yang padang. aku tak
menyalahkanmu. tapi perlukah menjadi acuh?
baiklah akan kukatakan padamu kali
ini: aku rindu padamu. aku rindu selepas-lepas tulangku. rindu setempuhan
mataku dan matamu, rindu berat yang tak bisa kunikmati sungguh-sungguh. sebab
kangen ini sudah jadi oase paling tak perlu di tengah gurun yang njelehi.
kutaklagi bisa bersembunyi di balik
selimut dan lagu-lagu mayumi itsuwa yang kusetel keras-keras. kuputuskan untuk
menulis, sebab dari menulislah segalanya jelas sekaligus terjaga samar.
juga.. tak rindukah kau pada selima
menit tatap mata dan enam puluh detik ciuman yang menyudahi hari kita pada
kebahagiaan yang puncak? tak rindukah kau pada pelukan sehabis hujan sekaligus
nikmat gerimis yang kita saksikan pelan-pelan dengan goda-menggoda yang tak
habis dan menenangkan?
bila rindu katakanlah sayang,
katakanlah.
Brookline
2014