Aku dan Kamar

Aku dan Kamar

Minggu, 17 Februari 2013

Sehabis hujan di Sindunegaran

Sehabis hujan di Sindunegaran


Bapak ibu tidur di rumah jauh
Seharian aku mandang hujan dari jendela kecil
Dari mana datangnya rindu?
Dari waktu turun ke doa.

Waktu dikungkung hujan
Kau akan membayangkan macam-macam
macam basah-basahan di luar
Berlarian, pasaran, petak umpat malahan
Pun ngobrol dengan Tuhan lewat Gludug.

Kau akan menghargai teh panas
Kau menyerutup dengan lidah.
Sepandai kau menyeruput kenangan.

Di balik jendela masih kaurindu kabar baik
Tapi kecemasan masih lekat di daun-daun pintu
Dan air yang terus netes dari ujung
Bunga sepatu.

Tak perlu kita hiraukan
Bentak-bentak Bu Andar
Sebab baju kita kemiskinan. Sedalam-dalamnya
Hati kita yang tak pernah jadi kaya- sebab
Iri dan dendam pada hal-hal kecil.

" Sekecil rinduku yang besar padamu. "

Surat dan kiriman biskuit
Itulah cinta dari bapak ibu
Buru-buru kusambar dan berlari
Ke luar

Tak ada hujan.
Walau jalan basah
Oleh air mata,
Doa, dan kesepian sepanjang malam..


2013

Sabtu, 09 Februari 2013

Surat Buat Kekasih dan Anak Bayang-Bayang

Surat Buat Kekasih dan Anak Bayang-Bayang


Kekasih. Ini hari aku menulis surat pada dirimu yang kemarin pergi. Aku lihat dari pagi trem-trem di kota masih kedinginan, orang kerja matanya sayu, Dan para kekasih di kota merindu ciuman paling panas sepanjang dingin.


Kekasih. Coba bayangkan. Pejamkan matamu yang masih merah bekas nangis semalam. Bayangkan bila kita jadi satu di antara kekasih itu atau jadi trem yang tak bisa merintih kedinginan. Apa masih bisa kita tak bersyukur pada kepergian yang biasa ini?..


Seperti kataku dulu. Kata yang tak kupinjam dari siapapun: Bila cinta memang ada di dirimu, biarlah kita pergi ke kapal-kapal besar. Nanti berlabuh di pelabuhan-pelabuhan kecil. Memahami waktu yang biasanya teruk. Akan kita besarkan anak-anak di tengah ombak. Kuajari mereka menarik layar, mengenal utara dan selatan. Sedang kau akan memasak. Sibuk memasak sepanjang siang. Waktu datang bau garam dan ikan pindang, aku lapar. Kupanggil anak-anak merapat pada meja jamuan. Kita daras syukur pada dewa laut. Dewa penenang segala ombak.


Ibu, bapak, papa, mama. Anak-anakku tak akan bertanya mana eyang mana paman.. Sebab telah kubawa kau dan anak-anak ke negeri jauh, ke negeri entah dalam kembara. Merantau cinta demi cinta, menjala ikan kecil demi ikan besar, mendaki ombak dan riak-riak Bandar Sri Begawan. Merindu siapa-siapa dalam pikiran sepanjang malam. Hiburan kita ialah bintang-bintang laut dan gambar terumbu-terumbu karang. Ah… Sedap.


Seiring mereka besar, mereka akan jadi pemimpin kota-kota kecil yang sederhana dan pandai bersyukur. Kelak bagi mereka bapak dan ibunya merupakan angin dan gelombang pasang yang mengajari mereka cinta pertama dan ketabahan.


Kekasih. Kemarin ini kita sudah dengar sayup-sayup suara jelang kepergianmu.


“ Ibu… ibu… bapak… bapaaak.. “


Suara mereka menjauh. Aku pergi mencari ibu, kau pergi pada waktu dan sembab tangis. Mengendapkan kenangan pada tubir-tubir jenjang. Wajah anak-anak kian kabur. Cinta menjelma jadi satu yang lain, jadi suatu yang tak lagi luar biasa.


Kekasih. Apabila kaunemu surat ini dalam pikiranmu atau lewat satu mimpi di tidurmu yang kurang nyenyak, kirimlah balik padaku. Kutunggu balasanmu tiada batas waktu dan sekat-sekat tempat.
Balasan yang apa saja. Balasan tentang di mana kau dan siapa dirimu. Atau mau kaujelaskan padaku kenapa kaupergi padahal tak pernah datang? Sedang aku terus saja dipaksa membayangkan.


2013

Sabtu, 02 Februari 2013

Sulap Tahun Baru


Sulap Tahun Baru


Di waktu tahun baru
Ada kembang api
Dalam diriku dan pikiranmu
Yang kusulut sedetik sebelum
Tahun berganti

Di satu momen itu, sayang
Aku coba hentikan waktu
Di sekat-sekat antara
Tangis dan tawa
Antara langit biru dan awan-awannya
Antara masa lalu dan masa depannya

Di matamu juga
Kusulut kembang api
Di dahimu, di bibirmu
Kusulut kembang api
Dan kuhentikan waktu

Sim Salabim !


2012